Setelah meninjau Pelabuhan Pontianak, Sabtu/22 Agustus 2015, Presiden Jokowi kepada awak media mengatakan, “pemerintah sedang mengevaluasi ratusan lembaga yang ada saat ini”. (Analisa, Minggu 23 Agustus 2015). Peleburan terutama akan dilakukan pada lembaga yang berkinerja buruk. Meski dilebur, fungsi lembaga tersebut tidak akan hilang karena fungsi lembaga yang dilebur bisa saja diberikan kepada lembaga lain agar tetap berjalan. Wacana Presiden Jokowi untuk melebur beberapa lembaga tersebut tentu sangat beralasan, karena hingga 70 tahun Indonesia merdeka masih terdapat beberapa lembaga yang tidak memiliki kontribusi besar terhadap kepentingan rakyat dan pemerintah, justru sebaliknya membebani keuangan negara, tugas dan fungsinya tidak jelas.
Oleh: Drs. Indra Muda Hutasuhut, MAP.
Belajar dari pengalaman penyelenggaraan birokrasi Indonesia di bawah 7 orang presiden yang pernah memimpin negeri ini, tentunya tidak terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa, birokrasi pemerintah baik di pusat maupun di daerah belum sepenuhnya mencerminkan efisiensi, konon terjadi fungsi ganda (double function). Misalnya, pada beberapa organisasi Kementerian Negara, fungsinya tidak jauh berbeda dengan fungsi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Memang, apabila diperhatikan secara sepintas, kedua lembaga tersebut kelihatannya berbeda. Yang mana, Kementerian Negara dipimpin seorang Menteri yang berasal dari jabatan politik, sedangkan Lembaga Pemerintah Non Departemen dipimpin oleh seorang Pegawai Negeri dari jabatan karier. Namun apabila dilihat dari tugas-tugas yang dijalankannya berada dalam proporsi yang hampir sama.
Demikian juga di tingkat daerah. Terdapat organisasi perangkat daerah yang jenis dan jumlahnya ditetapkan secara seragam oleh peraturan pemerintah (PP). Eksistensinya tidak didasarkan kepada kebutuhan dan kemampuan daerah masing-masing. “Banyaknya jumlah pegawai di daerah tentu saja menyulitkan penempatannya ke dalam formasi jabatan pada organisasi pemerintah daerah”. (Miftah Thoha, 2004). Dengan kecendrungan ini, semua pegawai dimasukkan ke dalam unit organisasi yang dibuat berdasarkan keinginan pemerintah pusat (PP), yang tentu saja mengakibatkan struktur organisasi dirancang berdasarkan jumlah personilnya, dan bukan didasarkan kepada kebijakan strategis yang seharusnya dibuat atau ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah otonom. Dengan formasi dan penempatan personil yang demikian dapat dibayangkan, kinerja pegawai bukan berorientasi kepada efisiensi dan efektivitas melainkan lebih mengarah kepada kepentingan penguasa.
Beberapa organisasi birokrasi pemerintah, yang dianggap banyak pihak kebesaran dan kebanyakan adalah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara yang dipimpin oleh seorang Menteri dari jabatan politik, sedangkan organisasi birokrasi non departemen yang menangani tugas-tugas hampir sama dipimpin seorang pegawai negeri antara lain, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN), Sekretaris Jenderal Departemen (Biro Kepegawaian), sementara pada tingkat daerah terdapat Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
Demikian juga dalam penyelenggaraan tugas pengawasan keuangan negara. Terdapat beberapa organisasi birokrasi yang memiliki tugas tidak jauh berbeda seperti, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Proyek (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Inspektorat daerah. Dalam bidang pendidikan juga tidak jauh berbeda, terdapat Kementerian Pendidikan Nasional yang dipimpin Menteri, sementara terdapat pula Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang dipimpin jabatan karier. Dalam bidang Kehakiman, hukum dan peradilan terdapat organisasi birokrasi seperti, Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) yang dipimpin Menteri, sementara terdapat organisasi birokrasi lain yang setingkat dengan jabatan Presiden yaitu, Mahkamah Agung (MA), Jaksa Agung, Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara di daerah terdapat Pengadilan Tinggi di tingkat Provinsi, Pengadilan Negeri di tingkat Kabupaten/Kota. Organisasi birokrasi di bidang perencanaan pembangunan juga tidak jauh berbeda. Terdapat Kementerian Perencanaan Pembangunan yang dipimpin Menteri, sementara kembarannya berasal dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang memiliki tugas hampir sama.
Reformasi Organisasi Birokrasi
Langkah awal Presiden Jokowi untuk melebur beberapa lembaga pemerintah sebenarnya sudah dimulai pada tahun 2014. Hal ini ditandai dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 176/2014 tentang, Pembubaran 10 Lembaga Nonstruktural. Dengan pembubaran tersebut tidak saja bertujuan mewujudkan efisiensi dan efektivitas kerja birokrasi, melainkan juga untuk mengurangi beban anggaran. Ke-10 lembaga nonstruktural yang dibubarkan itu adalah Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional, Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional. Komite Antar-Departemen Bidang Kehutanan, Badan Pengembangan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak, Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dan Dewan Gula Indonesia.
Dengan pembubaran itu, pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing lembaga dialihkan kepada kementerian yang sesuai. Misalnya, tugas dan fungsi Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat dialihkan kepada Kementerian Sosial; Dewan Buku Nasional dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; Komisi Hukum Nasional dilaksanakan Menteri Hukum dan HAM; Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat; Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak-Anak dilaksanakan oleh Kementerian Tenaga Kerja; Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia dilaksanakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi; Tugas dan fungsi Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional dilaksanakan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi.
Setelah peleburan ke-10 lembaga pemerintah diatas, rasanya pemerintahan Jokowi belum pernah mempublikasikan kepada masyarakat tentang besaran efisiensi anggaran yang diperoleh. Oleh karenanya, dengan wacana peleburan beberapa lembaga pemerintah tahap 2 ini, rakyat tentu sangat mengharapkan agar pemerintah lebih terbuka dan transparan mempublikasikan capaian hasilnya kelak. Harapan rakyat dari peleburan lembaga pemerintah tersebut tentu tidak hanya sebatas mampu meningkatkan pelayanan, terwujudnya efisiensi anggaran akan tetapi yang terpenting adalah rakyat Indonesia semakin sejahtera, bebas dari kemiskinan dan lenyapnya KKN. Semoga…! ***
* Penulis adalah dosen Fisipol Universitas Medan Area